Di bawah langit cerah dan udara sejuk khas pedesaan Jawa Tengah, Budi Susila (54) duduk santai di meja kecil. Alunan tembang pop Indonesia era 90-an mengalun pelan dari radio tuanya, mengisi kesunyian pagi itu.
Di dalam ruangan seluas 3x5 meter, sekitar 5.000 buku tersusun rapi—di rak, di lantai, bahkan di sudut-sudut ruang. Ada buku anak-anak berwarna cerah, novel sastra, buku pengembangan diri, hingga buku braille untuk tunanetra.
Baca Selengkapnya